ā Sangkan paraning dumadiā dipercaya sebagai falsafah kehidupan dari nenek moyang suku Jawa. Falsafah tersebut dituturkan oleh nenek moyang dengan cara lisan, tulisan lewat serat-serat, dan juga lewat pentas pewayangan.Sangkan paraning dumadiā adalah sebuah filosofi untuk memahami manusia, memahami perjalanan sejati yang harus ditempuh oleh manusia di dunia ini. Tetapi sangat disayangkan beberapa kalangan mengatakan jika falsafah tersebut sangat jauh dari nilai beberapa kasus, sangakan paraning dumadiā dipahami sebagai ajaran kepercayaan Jawa, dan bukan bagian dari Islam. Padahal jika merujuk kepada masa nabi, ada beberapa filosofi budaya Barat yang masih Nabi tersebut disebut sebagai sinkretisme Islam, artinya adalah Islam bisa bersinggungan dengan nilai budaya dan adat di tempat agama Islam berkembang. Hal ini sebenarnya bisa juga dipakai dalam kasus ajaran sangkan paraning dumadiā, bisa berpadu dengan Sangkan Paraning DumadiFilosofi Jawa ini sudah lama digunakan oleh nenek moyang sebagai bagian dari pengajaran agar bisa menjadi manusia yang sejati. Kemudian ketika Walisongo menyebarkan agama Islam, mereka melakukan dakwah dengan sangat arif dan Jawa yang tidak bertentangan dengan Islam masih tetap ada dan bahkan dipakai oleh para Walisongo sebagai media berdakwah. Seperti wayang, dan budaya lainnya, termasuk juga adalah ajaran sangkan paraning Kalijaga adalah salah satu dewan Walisongo yang menggunakan ajaran filosofi tersebut untuk mengajarakan perkara sufi pada murid-muridnya. Sunan Kalijaga juga yang kemudian memberikan makna sangkan paraning dumadiā sehingga bisa bernafaskan nilai-nilai era selanjutnya, ada Ronggowarsito, pujangga Jawa yang juga menggunakan ajaran sangkan paraning dumadiā sebagai medianya dalam berdakwah. Lewat serat Gatoloco, Ronggowarsito mengurai makna dari ajaran sangkan paraning dumadiā.Istilah sangkanā berasal dari Bahasa Jawa berarti asal, sedangkan paraningā berarti tujuan, dan dumadiā berarti menjadi. Jadi, sangkan paraning dumadiā adalah ajaran yang memberikan pemahan tentang asal, tujuan dan apa fungsi dari dirinya manusia.Sangkan Paraning Dumadi dalam Cerita PewayanganDi dalam serat Gatholoco, Ronggowarsito menjelaskan jika asal dari manusia adalah penyatuan antara lingga simbol kelamin laki-laki dan yoni symbol kelamin perempuan. Penyatuan antara keduanya kemudian akan menghasilkan jabang bayi. Jabang bayi tadi kemudian harus mencari tujuan, dan kenapa dia ada di dunia menggambarkan proses pencarian tujuan dan alasan adanya didunia ini dengan karakter Gatholoco. Karakter tersebut digambarkan sebagai karakter antagonis karena sering melakukan kritik pada para tokoh perjalanan tersebut sebenarnya adalah proses pencarian tujuan dan makna hidup seseorang. Kemudian Sunan Kalijaga melukiskan ajaran sangkan paraning dumadiā dengan cerita pewayangan dengan judul Dewa cerita tersebut Sunan Kalijaga menggambarkan Dewa Ruci adalah Tuhan, tetapi ketika dimaknai lebih dalam, sosok Dewa Ruci adalah manusia itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena menurut ajaran para sufi, manusia itu berasal dari Tuhan, dan kemudian ketika sudah menemukan rasa kemanusiaannya maka dia sebenarnya telah kembali kepada dan ajaran sangkan paraning dumadiBeberapa kalangan masih beranggapan jika ajaran Jawa ini adalah sesat, dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alasan mereka adalah bahwa konsep penyatuan antara Tuhan dan manusia itu tidak akan pernah jika mau melihat literatur Islam, banyak tokoh-tokoh sufi yang membicarakan hal tersebut. Lewat ajaran sangkan paraning dumadiā, Sunan Kalijaga dan Ronggowarsito ingin mengajarkan amalan tasawuf tentang bagaimana caranya menjadi manusia yang orang sudah paham tentang asal-usulnya, tentang tujuannya hidup di dunia, maka mereka akan menjadi manusia yang sejati. Ketika sudah menjadi manusia yang sejati, ini berarti sudah memahami hakikat manusia hidup didunia dalam Islam ada istilah kembalinya manusia pada Tuhan, yakni āInna lillahi wa inna ilahi rajiāun.ā Arti dari kalimat tersebut adalah āsesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kita akan kembaliā.Beberapa kalangan ulama sufi mengatakan jika kalimat tersebut adalah bagian dari dasar bahwa manusia yang sudah mengenal asal-usulnya bagian dari Tuhan. Maka dia akan paham tujuan hidupnya, adalah kembali pada tuhan sebagai Kalijaga dan Ronggowarsito ingin mengajarkan tentang perjalanan hidup manusia sehingga mereka mengenal dirinya sendiri, yakni menjadi manusia yang sejati. Ketika sudah mengenal kesejatian diri, maka manusia bisa lebih dekat dengan Tuhan.Sangkan paraning dumadiā yang diajarkan oleh sunan Kalijaga dan Ronggowarsito sebenarnya adalah konsep mengenal jati diri manusia, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut tidak bertentangan dengan nilai Islam sehingga bisa memberi pelajaran bagi kita bahwa budaya nenek moyang dan ajaran islam tidaklah bertentangan. Semuanya terhubung asalkan kita memahami makna dibalik ajaran dewa ruci falsafah jawa pewayangan sangkan paraning dumani sunan kalijaga
Dumadiartinya lahir atau menjadi ada. Sebelum lahir, sebelum bernama, atau sebelum ada seperti ini, itulah sang asal. Sangkan paraning dumadi umumnya dipahami sebagai asal dan tujuan hidup. Ada yang Menyebutnya Tuhan sesuai dengan pemahaman atau agama pada umumnya. Sangkan paraning dumadi adalah kembali pada diri sejati atau rumah sejati. āSetiap tetes air dari Allah yang menimpa rambutmu, kepalamu, keningmu, wajahmu, badanmu, dan bajumu, mudah-mudahan merupakan datangnya rezeki Allah kepadamu. Dunia maupun akhirat,ā buka Cak Nun mengawali Sinau Bareng di Ponpes Segoro Agung, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Jumat malam 21/02.Cak Nun melanjutkan prolog, mewedar kedudukan pesantren. Menurutnya, pesantren bukan masa silam, melainkan hari depan. Pesantren dengan segala kelengkapan metode maupun sistem belajarnya cukup diorientasikan untuk menjawab tantangan Nun menandaskan alternatif sudut pandang. Acap kali pesantren dianggap ketinggalan zaman, tergilas oleh sekolah modern. Stigma tradisional sering disematkan kepada pesantren, bahkan diakui tak lagi relevan di dunia pendidikan modern. Terhadap pandangan itu Cak Nun bersilang pendapat. āPesantren adalah kaifiyyah tata cara, thoriqoh, sosial, budaya, spiritualitas, bahkan kenegaraan untuk masa depan,ā itu tema Sangkan Paraning Dumadi dibabar secara bernas. Diteropong dari multiperspektif. Seraya berkelakar, Cak Nun menuturkan, bukan berarti kalau dirinya dan Ki Sigid Ariyanto bersandingan dalam sepanggung, maka acara ini terbagi dua tema. Antara religiusitas dan klenik. āKita akan membicarakan persambungan antara wayang dan Islam,ā papar Cak Paraning Dumadi itu kamu berasal dari mana dan hendak ke mana. Di Islam pernyataan itu sama dengan Innalillahi wa inna ilaihi rojiāun. Sangkan manusia itu Innalillah dari Allah, sedangkan dumadi-nya ilaihi rojiāun. Jadi, menurut Cak Nun, Innalillahi wa inna ilaihi rojiāun itu bukan untuk ucapan orang yang meninggal, melainkan orang yang masih manusia, lanjut Cak Nun, mengidentifikasi kelahirannya secara administratif lahir kapan, di mana, dan orang tua siapa. Pemahaman itu menjadi arus utama di kalangan masyarakat umum. Konsep sangkan dan paran, bagi Cak Nun, justru mendahului eksistensi pencatatan sipil semacam itu. Manakala Tuhan menciptakan, maka di situ permulaan itu datang dari Tuhan dan pulang kembali kepada-Nya. Pada kesempatan lain Cak Nun menguraikan dimensi Innalillahi wa inna ilaihi rojiāun sebagai bulatan. Ia datang dari titik sama dan memutar kembali ke titik semula. Aneka rupa dinamika kehidupan manusia niscaya relatif, namun sangkan dan paran berpola itu BermaiyahCak Nun mengaitkan antara wayangan dan Maiyah. Maiyah itu bukan kelompok. Maiyah itu berpaut erat dengan kelembutan hati yang membuat manusia selalu ingin bertemu, bergandengan tangan dan menguatkan. āWayangan iku yo Maiyahan. Maiyah bukan benda padat. Ia nilai. Setelah Sinau Bareng nanti, kita akan berpindah Maiyahan ke wayangan,ā Ki Sigid Ariyanto adalah pelopor Simpul Maiyah Sendhon Waton, Rembang. Ia menjelaskan sepintas makna Sendhon Waton. Sendhon itu rangkaian kata terpilih dan terindah yang mengandung ajaran kearifan leluhur. Waton itu berarti mempunyai referensi, sebuah pijakan Sigid bercerita akan membawakan lakon Dewa Ruci dan Bima Suci. Kisah Dewa Ruci relevan ditampilkan karena, menurutnya, setarikan napas dengan tema Sangkan Paraning Dumadi. Menampilkan tokoh utama Brotoseno. āIa sama dengan Bima dan Werkudara. Brotoseno berguru di Pesantren Sakalima. Di cerita Brotoseno tersebut ingin tahu ilmu Sangkan Paraning Dumadi Kawruh Kasampurnan,ā lanjut Ki wayang kearifan lokal leluhur termediasi apik. Cak Nun mempertajam kalau selama ini pandangan mengenai wayang selalu dikaitkan dengan kisah Ramayana dan Mahabharata. Tapi sepanjang sejarahnya, seiring masuknya agama Islam, kedua kisah itu digubah oleh Sunan Kalijaga untuk media dakwah. āJadi, wayang yang kita kenal sekarang yang berasal dari dua kisah tersebut pada gilirannya diislamkanā oleh beliau,ā konsep pakem dan carangan dalam wayang. Cak Nun sendiri melihat kedudukan punakawan yang terdiri atas Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong tak diambilkan dari epos India. Mereka dimunculkan sesuai kebudayaan Jawa. Upaya pencarangan dalam wayang, khususnya aspek pengisahan, kerap direproduksi dalang sebagai bagian dari proses kreatif.āPunakawan sendiri itu yang menemani dengan keilmuan dan kebijaksanaan, sementara ponokawan itu menemani dengan cinta,ā papar Cak Nun. Oleh Cak Nun sendiri, selama proses kepenulisan kreatif, peran Punakawan pernah diadaptasikan ke dalam Novel Arus Bawah 1994. Tentu dengan penyesuaian alur cerita berlatar Karang Kedempel yang sebetulnya konotasi wilayah Indonesia. āPunakawan sendiri adalah representasi dari demokrasi yang disuarakan kaum kelas bawah.āSinau Bareng malam itu begitu khidmat, meski gerimis terus mengguyur. Jamaah terlatih untuk āberpuasaā terhadap segala kondisi dan mengondusifkan diri agar tak terdistraksi. āPuasa adalah bentuk fermentasi mental dan hati. Jika kamu sering puasa, maka hatimu akan luwes dan lembut,ā pesan Cak di luar diri hendaknya diatur sesuai kedaulatan individu. Cak Nun menambahkan agar jamaah jangan menangisi dunia. āJangan bergantung pada dunia pula. Usahakan dunia tergantung pada Anda, dan Anda yang harus mengatur dunia,ā tambahnya. Yang mempertautkan diri-dalam dan kondisi-luar adalah relasi penuh kasih. Pesantren punya potensi untuk berdaulat.āHubungan tertinggi antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan adalah cinta. Berhentilah membuat sekat tentang keluasan cinta dan jangan pernah berhenti mencintai,ā pungkas Cak Nun.Mulanebanjur kasebut Ilmu Kasunyatan. Mangkene mula bukane sangkan paraning dumadi: [1] Asaling Dumadi: Saka cahyaning Wulan kasebut pamor, cahyaning Surya kasebut sereng, cahyaning Wintang kasebut sunar, cahyane Lintang kasebut kilat. Dene wadhag utawa raga asale saka Padmasari, yakuwi sarining pangan asale saka banyu segara. [2] Sangkaning
Kronikini menjelaskan bahwasanya Wali Sanga adalah berasal dari China dan hanya Sunan Kalijaga yang berasal dari Jawa. Sumber ini pernah dipakai oleh sejarawan Slamet Mulyana. Sementara ahli lainnya menolak sutra-sutra, lontar-lontar, buku-buku yang bekenaan dengan tema sangkan paraning dumadi ini.